Sekolah Ramah Anak Jangan Hanya Slogan
Editor: Noor Arief Prasetyo|
DI Jawa Timur, Surabaya menempati posisi paling banyak dalam kasus kekerasan terhadap anak sepanjang 2021. Kasus pertama di tahun ini pun mulai mencuat dari SMPN 49 Surabaya. Siswa berinisial R dikeplak guru mata pelajaran olahraga. Itu menjadi viral.
Kejadian tersebut berlangsung di ruang kelas 8G pada Selasa (25/1). Kini kondisi R masih dalam masa pemulihan. Anak kembar tersebut mengalami trauma. ”Sejak kejadian itu, sampai sekarang anak saya tidak enak makan,” kata Ali Muhjayin, ayah R.
R masih dalam pendampingan pemulihan psikis. Baik dari kepolisian maupun Dinas Pendidikan Surabaya. Ali cuma bisa berharap kasus tersebut dituntaskan dengan baik. Agar tak ada lagi kasus serupa menimpa anak-anak lain.
Sebab, ia beranggapan bahwa kejadian yang menimpa anaknya itu ibarat puncak gunung es. Artinya, masih sangat memungkinkan banyak kejadian serupa yang dialami anak-anak sekolah. Namun, belum terekspos publik.
Karena itu, Ali sudah memaafkan tindakan oknum guru olahraga tersebut. Bahkan, sang guru sampai mendatangi langsung ke rumahnya pada Rabu (26/1). Sayang, Ali tak bisa ketemu karena sedang bekerja. Keliling berjualan sayur.
Namun, Ali tetap membawa kasus tersebut ke ranah hukum. Ia juga mendapat dukungan dari para wali murid lainnya. Saat ini kasus masih dalam proses penanganan Polrestabes Surabaya.
Pelaporan itu dimaksudkan sebagai bentuk ultimatum. Terutama bagi guru-guru yang suka ringan tangan kepada para siswa. ”Biar ada sanksinya. Otomatis guru-guru yang temperamen akan berpikir ulang kalau hendak berbuat kekerasan lagi,” ucapnya.
Sekretaris Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Jatim M. Isa Ansori menganggap hal yang sama. Kejadian yang menimpa R itu hanya contoh kecil. Artinya, mungkin masih banyak kasus serupa di sekolah lain yang belum mencuat ke publik.
Kasus kekerasan terhadap anak di sekolah memang tinggi. Itu menunjukkan bahwa sekolah tidak bisa menjamin keamanan para siswa. Baik fisik maupun psikis. Tidak banyak sekolah yang mampu melayani anak-anak tanpa kekerasan.
”Itulah persoalan sekolah kita,” tegasnya.
Banyak guru yang tidak tahu cara menghadapi keragaman siswa. Akhirnya cenderung mengedepankan emosi. Itu juga bukti bahwa program sekolah ramah anak hanya slogan. Sebab, implementasinya justru berbanding terbalik.
”Harusnya program itu bisa merumuskan pencegahan terjadinya kekerasan terhadap anak,” terangnya. Misalnya, dengan mengadakan pendampingan khusus yang mengacu pada PP No 57 Tahun 2021. Seperti halnya yang dilakukan LPA Jatim terhadap 40 SMA/SMK/MA.
Sejauh ini, pendampingan tersebut tidak ada di tingkat SD-SMP. Padahal, pendampingan itu juga menyangkut SOP mengatasi masalah kekerasan. Pencegahan itu juga melibatkan semuanya. Mulai guru, wali murid, hingga siswa sendiri. (Mohamad Nur Khotib)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillah pada hari Rabu, 17 Februari 2021 di KB-TK Dirasatul Aulad Jama'atul Ikhwan Surakarta telah dilaksanakan Deklarasi Menuju Sekolah Ramah Anak (SRA). Semoga KB-TK Dirasatul Aulad Jama'atul Ikhwan Surakarta bisa mewujudkan tujuan pendidikan Sekolah Ramah Anak yaitu dapat memenuhi, menjamin dan melindungi hak anak, serta memastikan bahwa satuan pendidikan mampu mengembangkan minat, bakat dan kemampuan anak serta mempersiapkan anak untuk bertanggung jawab kepada kehidupan yang toleran dan saling menghormati. yang sesuai dengan Slogan Sekolah Ramah Anak (SRA) "Anak Senang Guru Tenang Orangtua Bahagia".
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
9.3 Slogan Ramah Anak Dan Anti Perundungan
Gerakan Sekolah Ramah Lingkungan
Oleh : Heri Kurniawan
Global Warming, istilah yang menjadi pembicaraan akhir-akhir ini. Sebuah fenomena alam yang sungguh mengkhawatirkan seluruh penduduk bumi. Dan semua itu disebabkan oleh ulah manusia. Padahal manusia adalah mahluk biotik berakal yang dari kegiatannya mahluk lain bergantung kelangsungan hidup. Manusia kini cenderung lupa jika bumi ini cuma titipan dari anak-cucu. Emisi yang dihasilkan oleh pembakaran yang dilakukan industri besar, penebangan hutan tanpa control, gagalnya reboisasi, dan pemborosan energi adalah contoh pengelolaan alam yang salah.
Indonesia memiliki wilayah hutan tropis terbesar kedua setelah Brasil. Bahkan disebut sebagai paru-paru dunia. Sebagai Negara kepulauan dengan 65 persen penduduknya tinggal di pesisir pantai, pemanasan global tentu mempunyai dampak pada naiknya permukaan laut hingga mengancam kelangsungan hidup. Hanya dengan kenaikan suhu sebesar 4 derajat Celcius di seluruh dunia, permukaan laut akan menjadi 5 meter lebih tinggi dari sekarang. Seluruh kota akan lenyap digenangi air(M. Bright, 1993). Sedangkan disisi agraris dengan adanya perubahan iklim akan menurunkan tingkat hasil panen secara langsung karena para petani kesulitan dalam pengelolaan lahan dan tanaman.
Sumber anomali diyakini para ilmuwan akibat dari tingginya emisi gas-gas rumah kaca seperti Karbon dioksida (CO2), Klorofluorokarbon, ozon, metan dan Nitrogen dioksida (NO2) yang terakumulasi dan menutup lapisan atmosfer sehingga matahari yang sampai ke permukaan bumi terkurung di lingkungan atmosfer (Yuni Ikawati, 2007). Dan yang terjadi adalah pemanasan global bersama efek buruk yang mengikuti.
Terjadinya banjir, naiknya permukaan air laut, dan kekeringan yang sekarang ini telah melanda adalah efek dari pemanasan global. Saatnya melaksanakan langkah nyata guna meminimalisir akibat yang ditimbulkan. Lalu bagaimana fungsi dan peran pendidikan dalam hal ini? Sesuatu yang layak dibahas, mengingat pendidikan adalah proses pembentukan perilaku manusia.
Gerakan Sekolah Ramah Lingkungan
Pendidikan berwawasan lingkungan, inilah kuncinya. Selama ini tidak ada yang salah dengan pendidikan selama ini. Kita sudah tahu jika reboisasi itu penting, kita mengerti jika buang sampah di sungai berakibat banjir. Semua sudah diajarkan oleh para guru kita. Pengetahuan manusia tentang apa saja yang dapat menjadi sebab pemanasan global sudah lengkap. Tapi tetap ada saja penebangan hutan, juga industri yang menghasilkan emisi yang berlebih.
Gerakan sayang lingkungan, di sekolah-sekolah sebagian besar sudah menggalakkan penghijauan. Misalnya, setiap peserta didik yang diberi tugas untuk membawa tanaman ke sekolah. Ini sebuah langkah yang perlu di puji.
Lingkungan dan pendidikan adalah dua hal yang mengkait. Pendidikan tentang lingkungan saatnya pada hal-hal yang praktis. Bukan hanya sebatas teori. Sebagai contoh kita semua tahu jika buang sampah sembarangan itu adalah hal yang mencemari lingkungan tapi masih saja melakukan.
Sekolah sebagai lingkungan pendidikan dan pendidikan akan lingkungan sangat berpotensi memberi peran langsung dalam penanaman kecintaan peserta didik akan lestarinya lingkungan hidup.
Berikut beberapa langkah yang dapat dilakukan di sekolah dalam rangka memberikan pendidikan lingkungan.
Penanaman di sebuah sekolah selayaknya dilakukan, untuk menjaga keseimbangan ekologi di lingkungan sekolah. Disini juga satu cara penanaman kebiasaan pada seluruh elemen sekolah untuk menanam pohon. Dengan kebiasaan ini diharapkan juga dipraktekan di seluruh elemen sekolah bermukim.
Banyak sekolah yang secara rutin mengadakan lomba kebersihan kelas.Ini sebagai motivator bagi peserta didik untuk dapat lebih menjaga kebersihan lingkungan kelasnya. Sehingga mereka tidak terlalu bergantung pada petugas kebersihan sekolah. Karena kebersihan adalah tanggung-jawab bersama. Karena memang kebutuhan bersama dan dinikmati bersama.
Memberi sanksi yang tegas pada setiap pelaku pencemaran lingkungan, misalnya sanksi akademik bagi peserta didik yang membuang sampah sembarang tempat. Dan sekolah dapat memberi hadiah pada peserta didik yang berani melaporkan pelaku pencemaran pada sekolah. Ini juga wujud pendidikan akan kejujuran.
Slogan bertema lingkungan dapat ditempel di tempat-tempat strategis di sekolah. Hal ini guna menanamkan rasa cinta kebersihan dan lingkungan. Berikut contoh slogan; "hijau itu indah", "rindang sekolahku terpandang jiwaku", "bumi yang sejuk di mulai dari sekolahku", "satu pohon untuk bumiku" dan masih banyak contoh slogan lain yang dapat ditempel sebagai langkah sosialisasi tentang pentingnya kelestarian alam.
Setiap mahluk hidup di bumi adalah komponen biotik yang mesti menjaga tempat tinggalnya. Keseimbangan ekosistem adalah tanggungjawab manusia sebagai bagian dari lingkungan yang memiliki akal. Karena punya akal manusia menjadi penentu mau dibuat apa bumi ini.
Kegiatan ekstra kurikulum sekolah juga dapat sebagai sarana penanaman kecintaan akan lingkungan. Kegiatan seperti Pramuka, Palang Merah Remaja, Pecinta Alam. Memang salah satu tujuannya mendidik anggota untuk cinta pada bumi. Juga kegiatan karya wisata. L. Safii dalam bukunya Cintailah Lingkungan Hidupku menyebutkan tujuan khusus karya wisata salah satunya menimbulkan sikap menghargai dan mencintai lingkungan hidup.
Program ini layak dikembangkan kembali, melihat manfaat yang begitu besar. Manfaat yang muncul diantarannya; untuk kesejukan dan kesegaran lingkungan sekolah, untuk sarana praktikum biologi, merangsang kreatifitas guru dan peserta didik untuk desain kebun sesuai dengan kemauan, melatih peserta didik untuk menyenangi berkebun, dan menghasilkan hasil kebun. Dengan ini pendidikan lingkungan telah terterapkan.
Banyak sekolah yang dengan alasan kebersihan mengorbankan lapangan rumput dengan pemasangan paving block. Sedikit banyak langkah ini mengurangi daya serap tanah akan air dan penyerapan CO2 menjadi berkurang, begitu pula dengan oksigen yang dihasilkan.
Bumi menjadi tanggung-jawab kita, bukan tidak mungkin jika masih maraknya ulah manusia yang merugikan kelangsungan hidup di bumi disebabkan oleh gagalnya pendidikan lingkungan di bumi tercinta ini.
Dengan adanya ancaman pemanasan global yang memberi efek berbahaya bagi kelangsungan hidup manusia, semestinya menjadi pemacu akan penggalakan pendidikan yang berwawasan lingkungan, hingga terwujud bumi yang sejuk.
Penulis adalah Pustakawan SMAN 1 Lendah Kulon Progo